Sidang Suap Eks Wali Kota Semarang: Eks Camat Bongkar Praktik Setoran Jabatan
Sidang lanjutan kasus dugaan suap yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang kembali menyedot perhatian publik. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kesaksian mengejutkan datang dari salah satu mantan camat di lingkungan Pemkot Semarang yang mengaku pernah melakukan setoran uang terkait promosi jabatan.
Pengakuan ini semakin menguatkan dugaan adanya sistem suap berjemaah di balik proses rotasi dan pengangkatan pejabat struktural selama masa kepemimpinan terdakwa. Fakta yang terungkap ini seakan membuka kotak pandora praktik kotor yang selama ini menjadi rahasia umum namun jarang tersentuh hukum.
Pengakuan di Muka Sidang
Mantan camat berinisial S, yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang, dengan gamblang membeberkan bagaimana ia “diminta kontribusi” agar bisa mendapatkan posisi strategis. Menurut keterangannya, permintaan itu tidak disampaikan langsung oleh sang wali kota, tetapi melalui orang kepercayaan yang disebut-sebut sebagai “perantara jabatan”.
“Saya diminta menyetor sejumlah uang, katanya untuk menunjang kegiatan operasional. Tapi kami paham, itu semacam syarat tak tertulis agar bisa naik jabatan,” ujar S di hadapan majelis hakim.
Ia juga menyebut bahwa praktik ini sudah menjadi hal yang “lumrah” di kalangan pejabat eselon di lingkungan Pemerintah Kota. Nilainya pun bervariasi tergantung posisi yang diincar, mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Terdakwa Bungkam, Jaksa Gencar Tekan Saksi
Mantan Wali Kota Semarang yang kini duduk di kursi terdakwa tampak enggan memberikan tanggapan langsung terhadap kesaksian tersebut. Melalui penasihat hukumnya, ia hanya menyampaikan bahwa tuduhan tersebut masih perlu dibuktikan lebih lanjut dan meminta agar publik tidak langsung menghakimi.
Sementara itu, jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali keterangan tambahan dari saksi, termasuk memeriksa aliran dana dan komunikasi antara para pejabat saat mutasi jabatan berlangsung.
“Kami menduga ada pola yang sistematis. Tidak hanya satu atau dua kasus, tapi lebih luas,” ujar salah satu jaksa usai persidangan.
Reaksi Publik dan Seruan Evaluasi
Pengakuan dalam persidangan ini memicu reaksi keras dari masyarakat dan aktivis antikorupsi. Banyak yang menilai bahwa budaya setoran jabatan merupakan bentuk pembusukan birokrasi yang harus segera dihentikan.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang tata kelola pemerintahan menyerukan evaluasi total terhadap sistem promosi jabatan di lingkup pemerintah daerah.
“Kalau jabatan dibeli, bagaimana bisa kita berharap aparatur bekerja profesional? Ini bukan sekadar masalah hukum, tapi soal moral birokrasi,” tegas Direktur LSM Pantau Integritas.
Menanti Vonis dan Langkah Perbaikan
Sidang akan terus berlanjut dengan menghadirkan sejumlah saksi lainnya. Sementara itu, KPK membuka peluang pengembangan kasus jika ditemukan keterlibatan pihak lain, termasuk penerima aliran dana selain terdakwa utama.
Kasus ini menjadi ujian bagi penegakan hukum di Indonesia, sekaligus cermin penting untuk memperbaiki budaya birokrasi di tingkat daerah. Di balik sorotan pada tokoh-tokoh besar, nasib integritas pelayanan publik kini dipertaruhkan.