Tragedi Banjir Ponorogo: Detik-Detik Mencekam Dua Korban Terseret Arus
Ponorogo, Jawa Timur – Musibah banjir yang melanda Kabupaten Ponorogo pada Minggu malam (15/12) meninggalkan duka mendalam. Dua orang dilaporkan tewas setelah terseret arus deras banjir yang melanda beberapa wilayah akibat hujan deras berkepanjangan. Kejadian tragis ini menjadi pengingat betapa dahsyatnya kekuatan alam yang sering datang tanpa peringatan.
Banjir mulai terjadi sekitar pukul 19.00 WIB setelah hujan deras mengguyur Ponorogo selama lebih dari lima jam. Sungai-sungai kecil yang melintasi permukiman warga meluap, menggenangi rumah dan jalanan di beberapa kecamatan. Kondisi semakin memburuk saat arus air dari dataran tinggi membawa material lumpur, kayu, dan sampah, membuat evakuasi menjadi sulit.
“Air naik sangat cepat. Kami tidak sempat menyelamatkan barang-barang karena fokus menyelamatkan diri,” ujar Suyono (45), seorang warga Desa Patihan yang terdampak.
Dua korban yang tewas dalam insiden ini diketahui adalah Sutrisno (50) dan Andika (17). Keduanya tengah berada di luar rumah ketika banjir tiba-tiba datang dengan arus deras. Sutrisno, yang bekerja sebagai petani, dilaporkan sedang memeriksa sawahnya yang terendam. Sementara Andika, seorang pelajar, dikabarkan berusaha menolong tetangganya yang terjebak.
Menurut saksi mata, Sutrisno kehilangan keseimbangan dan jatuh ke aliran air yang deras. Meski sempat berusaha diselamatkan oleh warga, derasnya arus membuat tubuhnya terseret jauh. Hal serupa dialami Andika yang terpeleset saat mencoba membantu evakuasi seorang lansia. Jasad keduanya ditemukan oleh tim SAR keesokan paginya sekitar 5 kilometer dari lokasi kejadian.
Tim SAR gabungan bersama warga setempat langsung dikerahkan untuk mencari korban. Proses pencarian berlangsung selama beberapa jam di tengah kondisi medan yang sulit akibat lumpur dan puing-puing. Kepala BPBD Ponorogo, Sutopo Widodo, menyampaikan bahwa evakuasi dilakukan dengan peralatan seadanya karena akses ke lokasi bencana banyak yang terputus.
“Kami menemukan kedua korban pada Senin pagi dalam kondisi meninggal dunia. Saat ini, jenazah telah diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan,” ujar Sutopo.
Selain korban jiwa, banjir juga menyebabkan kerusakan infrastruktur, termasuk jembatan penghubung antar desa yang putus. Puluhan rumah dilaporkan terendam, dan ratusan warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Banjir Ponorogo kali ini kembali menyoroti pentingnya sistem peringatan dini dan upaya mitigasi bencana. Kepala BMKG Jawa Timur, Ratna Dewi, menjelaskan bahwa intensitas hujan yang tinggi dalam waktu singkat menjadi faktor utama terjadinya banjir bandang.
“Kami mengimbau masyarakat yang tinggal di sekitar daerah aliran sungai untuk lebih waspada, terutama saat curah hujan tinggi. Jika memungkinkan, segera mengungsi ke tempat yang lebih aman,” katanya.
Sementara itu, pemerintah daerah berjanji akan mempercepat proses normalisasi sungai dan perbaikan infrastruktur yang rusak. Bantuan logistik seperti makanan, air bersih, dan obat-obatan juga mulai didistribusikan kepada warga terdampak.
Tragedi ini menyisakan luka mendalam bagi keluarga korban dan masyarakat Ponorogo. Kepergian Sutrisno dan Andika menjadi pengingat akan pentingnya keselamatan dan kesiapan menghadapi bencana alam. Di tengah duka, solidaritas masyarakat dan pemerintah untuk bangkit dari bencana ini menjadi harapan baru bagi Ponorogo.
Semoga musibah seperti ini tidak lagi terulang, dan langkah antisipatif dapat dilakukan untuk melindungi warga dari ancaman bencana alam di masa depan.